Masyarakat kita memang masih bodoh. Banyak yang menyerukan hapuskan kesenjangan, namun ketika si kaya melakukan hal baik, kita masih saja menudingnya sebagai pencitraan. Saat kita berbuat salah, kita masih suka membela diri atas nama kemiskinan, seolah dengan menjadi orang susah berarti kita lemah dan punya alasan untuk melakukannya. Orang miskin tidak perlu hal lain karena masalah kita satu-satunya adalah uang. Dan ketika kita punya uang lebih sedikit saja, kita sering melempar uang begitu saja kepada masalah. It seems like, kita sendiri yang sengaja membuat sebuah gap antara si miskin dan si kaya. Tanpa sadar kita sendiri yang menulis kesenjangan dengan memanfaatkan dinamika unik yang tercipta oleh uang. Begitulah Stip & Pensil yang mencoba menghadirkan sebuah relevansi atas gambaran negeri kita tercinta ini ditengah jokes-nya.
Tony (Ernest Prakarsa), Bubu (Tatjana Saphira), Aghi (Ardit Erwandha) dan Saras (Indah Permatasari) adalah sekelompok siswa yang dijauhi oleh siswa lainnya termasuk Edwin (Rangga Azof) dan Richard (Aditya Alkatiri) karena keadaan status mereka sebagai orang kaya. Suatu hari Tony cs kemudian mendapat sebuah tugas berupa essay dari sang guru (Pandji Pragiwaksono) terkait lingkungan sosial untuk kemudian mewakili sekolah di tingkat nasional berhadapan dengan Edwin cs. Mereka kemudian berlomba. Tony cs kemudian memutuskan untuk terjun ke lapangan membangun sekolah darurt bernama "TOGHIBURAS" untuk anak-anak di perkampungan kumuh yang merupakan sebuah bukti kinerja nyata, bukan omong belaka. Ternyata, membangun sekolah tak semudah mengibasan uang, mereka kemudian bergelut dengan berbagai permasalahan yang tak kecil.
Stip & Pensil garapan sutradara Ardy Octaviand yang turut dibantu sokongan naskah dari Joko Anwar memang bukanlah sebuah sajian teenlit khas anak SMA yang bercerita mengenai kisah romansa yang bersemi di masa putih abu-abu, naskah Joko Anwar membawa sajian khas anak SMA ini ke ranah untuk mencoba mengkritisi keadaan saat ini. Sekilas memang sebuah paparan fiktif, namun sesungguhnya adalah sebuah cerminan realita, menyiratkan bahwa semua berasal dari dasar saat kita belajar baca tulis bermodalkan stip dan pensil. Bahwa segala kesempitan akal, kebodohan, rasialisme, pola pikir yang mendahulukan perut daripada otak, disebabkan karena minimnya ketersediaan pendidikan layak sedari dini, dengan setumpuk keadaan serta pertanyaan dimana pihak yang mengatasnamakan hak asasi lalu membela rakyat kecil, menyalahkan orang berduit dan pemerintah, Joko memancing jalannya nalar penonton dalam memandang sebuah kondisi. Bagaimana jika sinisme orang kaya menutupi objektivitas kita? Bagaimana jika pemerintah telah melakukan tindakan tepat sesuai hukum tapi kita dibutakan perasaan, begitu saja membela rakyat miskin yang sejatinya masih keliru? Semua pernyataan dan pertanyaan itu diolah secara menarik disini tanpa kesan menonjol maupun menggurui, mencoba membawa kamu untuk berpikir kritis dan etis terkait masyarakat dan negeri tercinta ini ditengah segala kesalahan yang selalu bersembunyi diatas nama kebenaran, dan itu berhasil ditampilkan disini secara santai dengan lawakan yang menggelitik.
Tak hanya itu saja semua karakter disini begitu menarik, Tony yang memang idealis namun gampang emosi, Aghi yang bak orang biasa namun ternyata sangat jijik tehadap sesuatu, Bubu yang "telmi" dengan raut wajah clueless, serta Saras yang manis namun hobi melempar kursi, karakter utama ini mampu membuat cerita kian menarik, tak ayal momen kebersamaan mereka sanggup mengundang tawa. Walaupun ini adalah suguhan komedi yang ringan, Stip & Pensil mempunyai urgensi yang kuat di cerita, dialog-dialog nya dibuat cerdas sehingga berhasil memuat relevansi terkait persoalan diatas yang kaya akan singgungan terhadap tema sosial, belum lagi karakter lain seperti Edwin sang lawan dari mereka hingga Richard seorang YouTubers yang seenaknya memposting video yang seenak jidat, itu adalah gambaran masyarakat masa kini, belum lagi kehadiran Pak Torro (Arie Kriting) sang ketua RT hingga seorang pedgang (Yati Surachman) yang hobi mendramatisasi hidupnya. Ada satu adegan tatkala warga kampung bergunjing soal Koko Salim, seorang etnis Cina penjual mie ayam, di akhir pembicaraan, Mak Rambe (Gita Bhebhita) yang bertanya kepada Pak Torro terkait apakah Ko Salim merupakan warga setempat. Obrolan tersebut sangat menggelitik dan menampar disini, dimana merujuk kepada perdebatan tentang pribumi/pendatang yang sedang memanas saat ini. Stip & Pensil bak sebuah easter egg berisi kumpulan isu-isu di Indonesia.
Sindiran komikal berisi kejenakan para tokohnya kerap menyentil beberapa kalangan, dan itu semua tak lepas dari kontribusi Ernest Prakarsa dan Bene Dion Rajagukguk, naskahnya cerdik merangkai humor playful berisi absurditas situasi maupun tingkah karakter. Piawai pula Ardy memangun kelucuan, dan memaksimalkan penggunaan musik garapan Aghi Narottama, dijajaran cast yang tampl mencuri perhatian adalah Tatjana Saphira dan Indah Permatasari selaku karakter yang berlawanan, Indah mampu berbuat brutal dengan tingkah lebaynya dan Bubu kerap bersikap aneh seperti tatkala ia menyanyikan lagu Yamko Rambe Yamko secara mendadak lengkap dengan ekspressinya yang menawan. Namun naskah garapan Joko Anwar sendiri menjelang ending menampilkan sebuah keadaan yang luar biasa kasar, keadaab terkait relokasi secara mendadak tampil hingga kisah asmara antar karakter dan pengakuaan keadaan mereka terlampau tampil secara instan, tanpa adanya proses yang kuat. Diawal memang tampil menawan mampu menampilkan isu terkait keadaan masyarakat serta isu lain terkait bullying, persahabatan, status sosial dan lainnya namun sangat disayangkan semua tampil runtuh begitu saja.
SCORE : 3.5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar